BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran ekonomi dalam Islam telah memunculkan
harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem
ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus
utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak usainya Perang
Dunia II yang memunculkan banyak negara-negara Islam bekas jajahan imperialis.
Dalam hal ini, keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model ekonomi alternatif
memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non-muslim untuk melakukan banyak
penggalian kembali berbagai ajaran Islam, khususnya yang menyangkut hubungan
pemenuhan kebutuhan antar manusia melalui aktivitas perekonomian maupun
aktivitas lainnya.
Meskipun begitu, sistem
ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh sistem ekonomi kapitalisme,
karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal bentuk implementasi ekonomi
Islam di masing-masing negara. Kenyataan ini oleh sebagian pemikir ekonomi
Islam masih diterima dengan kelapangan karena ekonomi Islam secara
implementasinya di masa kini relatif masih baru, masih perlu banyak sosialisasi
dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam untuk melakukan aktivitas
ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagian lainnya menilai bahwa
faktor kekuasaan memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi bahwa
ekonomi Islam atau ekonomi syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika
pemerintahnya sendiri belum menerapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
ada ayat al-Quran yang berhubungan dengan prinsip ekonomi dalam islam?
2. Apa definisi dan pengertian
ekonomi dalam Islam?
3. Apa prinsip-prinsip ekonomi dalam al-Quran?
C. Maksud dan tujuan
Untuk lebih bisa
memahami prinsip ekonomi yang berlaku dalam syari’at islam dan bisa
merealisasikanya dalam kehidupan sehari-hari guna tegaknya syari’at islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ayat-ayat
Al Quran yang berhubungan dengan prinsip ekonomi dalam islam
a. Surat
Al-Baqarah Ayat 168 - 169
يا ايها الناس كلوا مما في الأرض حلالا طيـبا ولا تتبعوا
خطوات الشيطان انه لكم عدوّ مبين . انما يأمركم بالسؤ والفحشآء وان تقولوا على
الله مالا تعلمون.
Ma’na Lafazhi
الحلال = Sesuatu
yang boleh oleh syari’at sedang yang haram adalah kebalikanya.
الخطوات = Artinya
adalah antara kedua kaki binatang
ternak menurut istilah adalah mengikuti jejak
atau meniru perbuatan yang diikuti.
السؤ
= sesuatu nyang membuat
kamu jelek.
الفحشآء=
Sesuatu yang di pandang jelek atu keji
Ma’na Ijmali
" Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu."
" Sesungguhnya
syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui."
Asbabun Nuzul :
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun
mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa'sa'ah,
Khuza'ah dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri,
memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah
beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan
wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina lalu
anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala. Padahal
Allah tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan telah menjelaskan
apa-apa yang diharamkan memakannya di dalam al-Quran.[2]
Tafsir Ayat
Dalam surat Al-Baqarah ayat 168 dijelaskan bahwa
manusia harus mencari makanan yang halal lagi baik. Makanan yang halal ialah
lawan dari yang haram; yang haram telah pula disebutkan dalam al-Qur’an, yaitu
yang tidak disembelih, daging babi, darah, dan yang disembelih untuk berhala.
Kalau tidak ada pantang yang demikian, maka halal untuk dimakan. Tetapi
hendaklah pula yang baik meskipun halal. Batas-batas yang baik itu tentu dapat
dipertimbangkan oleh manusia. Misalnya daging lembu yang sudah disembelih, lalu
dimakan saja mentah-mentah. Meskipun halal tetapi tidaklah baik. Atau kepunyaan
orang lain yang diambil dengan tipu daya halus atau paksaan atau karena
segan-menyegan. Karena segan diberikan orang juga, padahal hatinya merasa
tertekan. Atau bergabung keduanya, yaitu tidak halal dan tidak baik; yaitu
harta dicuri, atau seumpamanya. Ada juga umpama
yang lain dari harta yang tidak baik; yaitu menjual azimat kepada murid,
ditulis di sana
ayat-ayat, katanya untuk tangkal penyakit dan kalau dipakai akan terlepas dari
marabahaya. Murid tadi membelinya atau bersedekah membayar harga, meskipun
tidak najis namun itu adalah penghasilan yang tidak baik.
Supaya lebih kita ketahui betapa besarnya pengaruh
makanan halal itu bagi rohani manusia, maka tersebutlah dalam suatu riwayat
yang disampaikan oleh Ibnu Mardawaihi daripada Ibnu Abbas, bahwa tatkala ayat
ini dibaca orang dihadapan Nabi SAW, yaitu ayat: ”Wahai seluruh manusia,
makanlah dari apa yang di bumi ini, yang halal lagi baik,” maka berdirilah
sahabat Rasulullah yang terkenal, yaitu Sa’ad bin Abu Waqash. Dia memohon
kepada Rasulullah supaya beliau memohon kepada Allah agar apa saja permohonan
doa yang disampaikannya kepada Allah, supaya dikabulkan oleh Allah. Maka
berkatalah Rasulullah SAW : ”Wahai Sa’ad ! Perbaikilah makanan engkau,
niscaya engkau akan dijadikan Allah seorang yang makbul doanya. Demi Allah,
yang jiwa Muhammad ada dalam tanganNya, sesungguhnya seorang laki-laki yang
melemparkan suatu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka tidaklah akan
diterima amalnya selama empatpuluh hari. Dan barangsiapa di antara hamba Allah yang bertumbuh dagingnya dari harta
haram dan riba, maka api lebih baik baginya.”
Artinya, lebih baik makan api daripada makan harta
haram. Sebab api dunia belum apa-apa juka dibandingkan dengan apai neraka. Biar
hangus perut lantaran lapar daripada makan harta yang haram.
Kemudian diperingatkan pula pada lanjutan surat
Al-Baqarah ayat 169 supaya jangan menuruti langkah-langkah yang digariskan oleh
syaitan. Sebab syaitan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Kalau syaitan
mengajakkan satu langkah, pastilah itu langkah membawa ke dalam kesesatan. Dia
akan mengajarkan berbagai tipu daya, mengicuh dan asal perut berisi, tidaklah
peduli dari mana saja sumbernya. Syaitan akan bersedia menjadi pokrol
mengajarkan bermacam jawaban membela diri karena berbuat jahat. Keinginan
syaitan ialah bahwa engkau jatuh, jiwamu menjadi kasar, dan makanan yang masuk
perutmu penambah darah dagingmu, dari yang tidak halal dan tidak baik. Dengan
demikian rusaklah hidupmu.[3]
Ayat- ayat lain yang berkaitan dengan
prekonomian
Surat Al-Hadid Ayat 25
لقد أرسلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان
ليقوم الناس بالقسط وأنزلنا الحدبد فيه بأسٌ شديدٌ ومنافع للناس وليعلم الله من
ينصره ورسلَه بالغيب ان الله قوي عزيز.
ِArtinya :
Sesungguhnya
kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan bukti –bukti yang nyata dan kami
turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku
adil. Dan kami ciptakan besi yang memiliki kekuatan hebat dan banyak mamfa’at
bagi manusia dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong agamaNya dan
rasul-rasulNya walaupun Allah tidak dilihatnya seseungguhnya allah maha kuat
dan maha perkasa
Tafsir Ayat :
Ayat ini telah memberitakan keterangan yang jelas
tentang kedatangan Rasul-rasul, atau Utusan-utusan Allah ke dunia ini. Dalam
ayat ini kita kaum muslimin sudah mendapat keterangan bahwa Rasul itu bukan
satu, melainkan banyak, sebab itu disebut Rasul-rasul. Kedatangan beliau-beliau
ke dunia diutus Allah untuk membawakan penjelasan bagi manusia untuk
keselamatan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Allah pun sekaligus menurunkan kepada mereka
al-Miizaan, yaitu alat penimbang. Tentu saja dalam ayat ini yang dimaksudkan
dengan alat penimbang bukanlah semacam neraca yang dikirim dari surga atau alam
ghaib, melainkan kearifan dan kebijaksanaan Nabi-nabi itu sendiri. Sebab
sesudah itu nyata sekali Allah berfirman: ”Supaya berdirilah manusia dengan
keadilan.” jangan berbuat sewenang-wenang saja menjatuhkan suatu hukum. ”Dan
Kami turunkan besi, di dalamnya ada kekuatan yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia.”[4]
Ayat ini menguraikan bahwa tujuan Allah mengutus
para Rasul dan menurunkan kitab suci dan neraca adalah agar manusia menegakkan
keadilan dan hidup dalam satu masyarakat yang adil.
Surat An-Nisa' Ayat 29
يآايها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا
أنتكون تجارة عن تراضٍ منكم .... الآية
Artinya :
" Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4 : 29)
Surat Al-Ma'idah
Ayat 2
يآايها الذين آمنوا لا تحلوا شعآئر الله ولا الشهرالحرام
ولا الهدي ولا القلآئد ولا آمين البيت الحرام يبتغون فضلا من ربهم ورضواناً . واذا
حللتم فاصطادوا. ولا يجرِمنَّكم شنأان قوم أن يصدّوكم عن المسجد الحرام أن تعتدوا
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان.......... الآية
ِArtinya:
" Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan (melanggar kehormatan)
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang al-hadya dan
al-qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya, dan
apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. 5 : 2)
Asbabun Nuzul :
Ayat ini turun karena pada saat itu bangsa Arab
tempo dulu memiliki semboyan yang populer yaitu ”Tolonglah saudaramu, baik ia
menganiaya maupun dianiaya.” Semboyan ini sudah menjadi simbol kebanggaan
jahiliah dan fanatisme kebangsaan. Tolong-menolonglah di dalam perbuatan dosa
dan pelanggaran lebih dekat dan lebih kuat daripada tolong-menolong dalam
kebaikan dan takwa. Mereka juga biasa mengadakan janji setia untuk
bantu-membantu di dalam kebathilan demi menghadapi kebenaran. Jarang terjadi di
kalangan jahiliah yang mengadakan janji setia untuk membela kebenaran.
Begitulah tabiat lingkungan masyarakat yang tidak
berhubungan dengan Allah. Yakni, masyarakat yang tradisi dan akhlaknya tidak
berpijak pada manhaj Allah dan timbangan-Nya. Semua itu mencerminkan semboyan
jahiliah yang tekenal itu. Sampai akhirnya islam datang dan turunlah ayat ini.
Islam datang untuk mengeluarkan bangsa arab dan semua manusia dari kebanggaan
jahiliah dan fanatisme golongan. Juga untuk menekan perasaan dan emosi pribadi,
keluarga, dan golongan di dalam lapangan pergaulan dengan kawan dan lawan.
Tafsir Ayat :
Makna ’syiar-syiar Allah’ yang paling dekat dengan
pikiran ketika membaca ayat ini adalah syiar-syiar haji dan umrah dengan segala
sesuatu yang diharamkan atas orang yang sedang melakukan ihram haji dan umrah
hingga hajinya selesai dengan menyembelih kurban yang dibawa ke Baitul Haram.
Maka, semua itu tidak halal bagi orang yang sedang ihram, karena
menghalalkannya pada waktu itu berarti menghina syiar Allah yang telah
mensyariatkannya. Dinisbatkannya syiar-syiar ini oleh Al-Qur’an kepada Allah adalah
untuk menunjukkan kegaungannya dan sebagai larangan dari menghalalkannya.
Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan haram adalah
bulan Rajab, Dzulqa’idah, Dzulhijjah, dan Muharram. Allah telah mengharamkan
berperang pada bulan-bulan ini. Bangsa Arab sebelum islam pun mengharamkannya,
tetapi mereka mempermainkannya sesuai kehendak hawa nafsunya.
Al-hadyu adalah binatang kurban yang dibawa oleh
orang-orang yang menunaikan haji atau umrah. Dengan demikian berakhirlah
syiar-syiar haji atau umrahnya. Al-hadyu adalah unta, sapi, atau kambing.
Al-qalaa’id adalah binatang-binatang ternak yang
dikalungi oleh pemiliknya pada lehernya sebagai pertanda bahwa binatang
tersebut telah dinazarkan untuk Allah, dan dilepaskan merumput dengan bebas
hingga disembelih pada waktu dan tempat nazar.
Allah juga mengharamkan mengganggu orang-orang
yang mengunjungi Baitullah untuk mencari karunia dan keridhaanNya. Mereka
adalah orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram untuk melakukan perdagangan
yang halal dan mencari keridhaan Allah dengan melakukan haji atau lainnya.
Allah memberikan keamanan kepada mereka di Baitul Haram-Nya. Kemudian
dihalalkanlah berburu setelah habis masa ihram, di luar Baitul Haram, sedangkan
berburu di Baitul Haram tetap tidak diperbolehkan. Ini adalah kawasan keamanan
yang ditetapkan Allah di Baitul Haram-Nya[5]
2. Definisi dan pengertian ekonomi dalam Islam
Ekonomi Islam dapat
didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut
perpektif Islam [6]
Ekonomi Islam merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam.[7]
Bekerja merupakan suatu
kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya “Dan
katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu”.[8]
Suka atau tidak, ilmu ekonomi
Islam tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan
membuat dan menjual minuman alkohol dapat merupakan aktivitas yang baik dalam
sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak dimungkinkan dalam negara Islam.
3. Prinsip-prinsip
ekonomi dalam al-Quran
Berdasarkan
ayat-ayat al-Qur’an tentang prinsip berekonomi yaitu dalam surat Al-Baqarah
ayat 168-169, An-Nisa’ ayat 29, Al-Hadid ayat 25 dan Al-Ma’idah ayat 2 yang
telah dijelaskan diatas tadi, kita dapat menyimpulkan bahwa menurut perspektif
Islam, ada beberapa prinsip dalam sistem ekonomi Islam, yang dijadikan sebagai
kerangka acuan dalam melakukan berbagai aktifitas perekonomian. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut
1. Asas Saling Menguntungkan. Seperti telah dijelaskan pada tafsir Al-Qur’an
surat Al-Baqarah ayat 169, setiap akad yang dilakukan oleh pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya harus bersifat menguntungkan semua pihak yang
berakad. Tidak boleh menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak lain.
Tidak merugikan dan mengeksploitasi manusia dalam berbagai bentuk bidang usaha.yang
mana itu semua terjadi kerna adanya bujuk rayu syaitan yang mana pada ayat
tersebut kita sudah diperintahkan agar tidak mengikuti jejaknya Prinsip ini
dimaksudkan supaya para pelaku ekonomi dalam berusaha bergerak dalam
batas-batas yang ditentukan syari’at. Penipuan (gharar), manipulasi, dan
kecurangan-kecurangan, serta penimbunan barang oleh pedagang (ihtikar) tidak
mewarnai aktifitas ekonomi. Dengan demikian setiap pihak merasakan ketenteraman
berusaha dan menjamin kemaslahatan bersama.
2. Asas Manfaat / Kehalalan
Barang. Asas ini dijelaskan pada surat Al-Baqarah ayat 168. Maksudnya ialah
bahwa akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak berkenaan dengan hal-hal
(obyek) yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Sehingga kedua belah pihak
saling sama-sama menguntungkan Itulah sebabnya mengapa Islam mengharamkan akad
berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mudharat/mafsadat seperti jual beli
benda-benda yang diharamkan dan/atau benda-benda yang tidak bermanfaat apalagi
yang membahayakan. Baik cara memperoleh input, pengolahannya dan outputya harus
terbukti halal. Karena pada dasarnya seluruh yang baik itu dihalalkan,
sedangkan yang akan merusak dan kotor-kotor diharamkan. Perdagangan minuman
keras, babi, obat-obat terlarang dan yang sejenisnya seyogyanya dijauhi dan
dihindari.
3. Asas Suka Sama Suka. Berdasarkan
penjelasan tafsir Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 29, kita menyimpulkan bahwa
kegiatan mu’amalah atau ekonomi dapat dilakukan didasarkan atas adanya kerelaan
kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Asas suka sama suka untuk melakukan
kegiatan bisnis atau perniagaan sangat penting. Tidak ada unsur paksaan
dalam hal ini yang dapat menimbulkan kerugian masing-masing. Islam adalah
syari’at yang benar-benar menghormati hak kepemilikan umatnya. Oleh karena itu,
tidak dibenarkan bagi siapapun untuk memakan atau menggunakan harta saudaranya
kecuali bila sudaranya benar-benar merelakannya, baik melalui perniagaan atau
lainnya. Asas kerelaan (‘an taradhin minkum) dalam mu’amalah sangat penting.
Keabsahan suatu aktifitas mu’amalah turut dipengaruhi oleh aspek ini.
Sesungguhnya implementasi ijab-qabul mencuat dalam penerapan prinsip ini.
4. Asas Keadilan. Keadilan merupakan pilar terpenting dalam ekonomi
Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an dalam surat Al-Hadid
ayat 25 sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah, termasuk penegakkan
keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Keadilan sosio ekonomi
dalam Islam, selain didasarkan pada komitmen spritual, juga didasarkan atas
konsep persaudaraan universal sesama manusia. Komitmen Islam yang besar pada
persaudaraan dan keadilan, menuntut agar semua sumber daya yang menjadi amanat
suci Allah, digunakan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, yakni pemenuhan
kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti sandang,
pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga
menuntut agar sumber daya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat
melalui kebijakan yang adil dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj,
jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.
5. Asas Tolong Menolong. Prinsip tersebut dijelaskan dalam Al-qur’an
surat Al-Ma’idah ayat 2 yang memuat perintah (amr) tolong-menolong antar sesama
manusia. Dalam melakukan aktivitas ekonomi pun dianjurkan untuk memegang asas
tolong menolong ini. Dengan menanamkan terus asas tersebut dalam aktivitas
ekonomi, maka kita telah membangun kemitraan dan solidaritas kita terhadap
sesama. Akan terus terpupuk rasa persaudaraan dalam setiap aktivitas ekonomi yang
kita lakukan dengan orang lain. Sebagai contoh, dalam bisnis asuransi, nilai
ini terlihat dalam praktek kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk
menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial
ini berbentuk rekening tabarru’ pada berusahaan asuransi dan difungsikan untuk
menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah (peril).
Seluruh aktifitas
ekonomi didasarkan pada konfirmasi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena pada
prinsipnya, segala sesuatu yang ditolerir sudah pasti mengandung kemaslahatan.
Apabila muatan atau indikator kemaslahatan (al-mashlahah) ada dalam bidang
mu’amalah, maka itulah sebenarnya yang dituju oleh hukum syara’, karena Islam
disyari’atkan memang untuk kemaslahatan manusia secara universal untuk
kehidupan di dunia dan akhirat.
Jadi ringkasnya, dalam ilmu
ekonomi Islam kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga
manusia dengan bakat religiusnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan
dan kurangnya sarana maka timbullah masalah ekonomi. Masalah ini pada dasarnya
sama baik dalam ekonomi modern maupun ekonomi Islam. Namun perbedaan timbul
berkenan dengan pilihan. Ilmu ekonomi Islam dikendalikan oleh nilai-nilai dasar
Islam dan ilmu ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri si individu
.Yang membuat ilmu ekonomi Islam benar-benar berbeda ialah sistem pertukaran
dan transfer satu arah yang terpadu mempengaruhi alokasi kekurangan
sumber-sumber daya, dengan demikian menjadikan proses pertukaran langsung
relevan dengan kesejahteraan menyeluruh yang berbeda hanya dari kesejahteraan
ekonomi .
Demikianlah uraian sekilas prinsip-prinsip ekonomi
dalam al quran. Dengan memahaminya, diharapkan umat Islam terdorong untuk
menerapkannya dan sekaligus mengetahui perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi
kapitalisme yang tengah diterapkan.
Sudah saatnya sistem ekonomi kapitalisme yang
hanya menimbulkan penderitaan itu kita hancurkan dan kita gantikan dengan
ekonomi Islam yang insya Allah akan membawa barakah bagi kita semua. Marilah
kita renungkan firman Allah SWT:
“Kalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan berrtakwa, niscaya akan Kami
limpahkan bagi mereka barakah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya itu.”[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan
harta benda menurut perpektif Islam.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
2.
Sebagian ayat yang berhubungan dengan prinsip ekonomi dalam al quran
Surat Al-Baqarah
Ayat 168 - 169
" Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS.2 : 168)
" Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji,
dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS.2 :
169)
3. Sebagian prisip-prinsip ekonomi dalam alquran
1. Asas Saling menguntungkan
1. Asas Manfaat
2. Asas Suka Sama Suka
3. Asas Keadilan
4. Asas Tolong Menolong
4. ujuan dari ekonomi islam:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi
sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2.Tegaknya keadilan dalam masyarakat.
Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.Tercapainya maslahah (merupakan
puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah
B. Kritik dan Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahnya
Madinah, Saudi Arabia, 1990
Rahman, Afzalur, 1995, Doktrin
Ekonomi Islam, ter. Nastangin dan Soeroyo, Jilid I, Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf.
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. 1990. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. Beirut : Dar Al-Ummah.
Shihab, M. Quraish, 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an. .Jakarta: Lentera Hati.
Al-Maragi,
Ahmad Mustafa, 1993. Tafsir Al-Maragi juz II. Cetakan ke-2.
Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang
[1] Ahmad Mushthofa Al Maraghi Terjamah (Cv Toha Putra Smarang 1993) Hal71
[3] Al-Maragi, Ahmad Mustafa,
Tafsir Al-Maragi juz II. Cetakan ke-2. (Semarang:
PT. Karya Toha Putra Semarang1993). Hal 75
[4] Shihab,
M. Quraish,. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Volume
5. Jakarta: Lentera Hati. 2002)
[5] Shihab, M. Quraish,. Tafsir
Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Volume 5. Jakarta:
Lentera Hati. 2002)hal 202
[6] An-Nabhaniy,T..
An-Nizham Al-lqtishadi Fil Islam. (Beirut : Darul Ummah 1990) hal 99
[7] Ahmad,
Khursid, ,Studies in Islamic Economics, (The Islamic Foundation,
United Kingdom, 1981)hal. 3
[8] At Taubah ayat 105
[9] (Qs. al-A’râf : 96).